Minggu, 14 Juni 2009

Pre Eklamsia Berat

PRESENTASI KASUS

A. PENDAHULUAN
Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di Negara miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988 menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002 (Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian besar kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Anonim,2005).

Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Wahdi, dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18 September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak langsung adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini preeklampsia yang 3 merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mencari tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam usaha pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya, 2003).

Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden preeklampsia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju jarang terkena preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik, kelainan faktor pembekuan, diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga (George, 2007).


B. KASUS
Seorang perempuan, 37 tahun, G2P1Ao datang ke VK dengan keluhan pusing, mual disertai muntah sejak satu bulan sebelum masuk umah sakit (SMSR), keduan tangan dan kaki bengkak, dan lemes. pasien pernah memeriksakan diri ke bidan dan dokter didapatkan tekanan darah sering tinggi di atas 190/ 100 mmHg, dari hasil USG didapatkan janin IUGR, kemudian pasien diberi obat rawat jalan.
Satu hari SMRS pasien mengeluh pusing, mual dan muntah disertai bengkak pada kedua tangan dan kaki, kemudian pasien disuruh mondok di bangsal bersalin RSB Budi Rahayu melalui VK. gerakan janin masih dirasakan pasien, lender darah belum keluar.
Pasien haid pertama kali saat berumur 14 tahun, siklus teratur selama 30 hari, lama haid antara 11 sampai 12 hari, banyaknya perdarahan dari jalan lahir tiap haid sebanyak 3 kali ganti pembalut penuh atau sekitar 150 cc, hari pertama haid terakhir 21 september 2009. taksiran persalinan pada tanggal 28 juni 2009.
pasien sudah menikah sekali, lama pernikahan 7 tahun. pasien sudah pernah hamil 2 kali. hamil pertama lahir anak perempuan, aterm, dilakukan vakum ekstraksi atas indikasi pre eklamsia berat, persalinan dilakukan di RSB Budi Rahayu. hamil kedua adalah hamil saat ini.
pasien menggunakan KB suntik di bidan yang 1,5 bulan dan 3 bulan, selama KB menstruasi menjadi tidak teratur. Pasien selama hamil periksa di dokter dan bidan.
pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah, gizi baik, kesadaran kompos mentis, tanda vital tekanan darah sistolik 230 mmHg, diastolic 130 mmHg, nadi 84 kali per menit, frekuansi respirasi 24 kali per menit, suhu 36,4 0C. pemeriksaan kepala, leher, dada tidak ada kelainan, pemeriksaan perut sesuai dengan pemeriksaan status obstetric, pada ekstremitas superior dan inferior oedeem.
Pemeriksaan obstetric pada palpasi didapat perut membuncit, membujur, serta stria gravidarum. Dengn palpasi didapat pada Leopold 1 tinggi fundus uteri (TFU) teraba 3 jari di bawah proc. xyphoideus, 29 cm dari simphisis pubis, Leopold 2 kanan teraba bagian memanjang, kiri teraba bagian-bagian kecil, Leopold 3 teraba 1 bagian bulat, keras, melenting, mudah di gerakkan. Leopold 4 pada kedua tangan divergen. kontraksi uterus (HIS) belum ada. taksiran berat janin 2949 gram, detak jantung janin (DJJ) terdengar tiap 5 menit 11-12-11. pemeriksaan dalam vaginal touché tidak dilakukan.
diagnosis sementara pada pasien ini adalah gravid 2, para 1, abortus 0, hamil 35 minggu, janin tunggal, hidup, intra uteri, presentasi kepala, posisi punggung kanan dengan pre eklamsia berat dan intra uteri growth retardation.

C. PEMBAHASAN
Pada kasus ini dengan diagnosa GIIPIA0, 37 tahun, umur kehamilan 35 minggu, janin tunggal hidup intrauterin, letak memanjang, presentasi kepala, posisi punggung kanan, dengan pre eklamsia berat dan intra uteri growth retardation.
• GIIPIA0 : Pasien hamil yang kedua kalinya, telah melahirkan satu kali bayi hidup, tanpa pernah mengalami keguguran.
• Hamil 35 minggu : Umur kehamilan dibawah 38 minggu. termasuk dalam kategori preterm.
• Letak memanjang : Letak janin sesuai dengan sumbu tubuh ibu
• Presentasi kepala : Keadaan dimana kedudukan kepala berada di bagian terendah.
• pre eklamsia berat : merupakan penyakit yang disebabkan langsung oleh kehamilan yang terdiri dari trias hipertensi, protein uri dan edema.
• IUGR : berat badan bayi kurang dari persentil sepuluh untuk usia kehamilan bayi.

Pada pasien ini permasalahan yang ditemukan adalah pre eklamsia berat, saat dating pasien dengan tekanan darah sistol 230 mmHg, tekanan darah diastole 130 mmHg, oedeem pada kedua tangan dan tungkai. prinsip penanganan pada penderita ini adalah Penderita dirawat di ruang yang tenang, tidur miring ke kiri. Diit cukup protein 100 mg/hari, kurangi garam sampai 0,5 gr/hari. Infus dekstrose 5 % yang tiap liternya diselingi infuse RL 60-125 ml/jam sebanyak 500 ml, jumlah cairan maksimum 1500 ml/hari. Jika tekanan osmotik plasma menurun diberikan larutan koloid. Magnesium Sulfat Dosis awal : 4 gr larutan 20 % IV dengan kecepatan maksimal 1 gr/menit, yang segera diikuti 8 gr IM larutan 40 % (20 ml) masing-masing 10 ml di pantat kiri dan kanan. Dosis pemeliharaan : 4 gr IM setiap 6 jam kemudian.Syarat pemberian magnesium sulfat : Refleks patella (+), Respirasi ≥ 16 x/menit, Produksi urine minimal 100 ml/4 jam terakhir, Tersedia antidotum kalsium glukonat 10 %, Pemberian magnesium sulfat dihentikan setelah 6 jam pasca persalinan

Anti hipertensi Diberikan bila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg. Hidralazin 10 mg, 4-6 jam sesuai respon. 5 mg IV, tunggu 5 menit, bila tidak ada respon ulangi 5 mg IV sampai dosis total 25 mg. Klonidin Satu ampul (0,15 mg) dilarutkan dalam 9 ml aqua for injection atau NaCl fisiologi disuntikkan IV sebanyak 5 ml. Tunggu 5 menit, bila tekanan darah belum turun, ulangi sampai 4 x dalam 30 menit. Bila tekanan darah turun, klonidin diberikan secara IM 3-4 jam sebanyak 0,15 mg.

Diuretika Indikasi  edema umum, edema paru, dan kegagalan jantung kongestif. Contoh : lasix 1 ampul IV. Tindakan Obstetrik, Konservatif : kehamilan dipertahankan, tunggu sampai persalinan spontan. Aktif : Indikasi bila terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini :
- Umur kehamilan ≥ 37 minggu
- Terdapat gejala impending eklamsia
- Kegagalan terapi konservatif medikamontosa :
 6 jam setelah pengobatan medicinal terjadi kenaikan tekanan darah.
 Tidak terdapat perbaikan setelah 48 jam perawatan, dengan kriteria tekanan diastolik ≥ 100 mmHg dan indeks gestosis ≥ 6.
- Terdapat tanda-tanda gawat janin.
- Terdapat tanda IUGR yang kurang dari 10 persentil dari kurva normal
- Terdapat HELLP syndrome.
Cara terminasi kehamilan
Belum dalam persalinan :
- Induksi setelah 30 menit terapi medicinalis.
- Seksio Caesar, bila :
 Terdapat kontraindikasi terhadap oksitosin
 Setelah 12 jam dalam induksi tidak masuk fase aktif
 Primigravida
Sudah dalam persalinan :
- Kala I laten  Seksio Caesar
- Kala I aktif  amniotomi, bila 6 jam amniotomi tidak terdapat pembukaan lengkap, lakukan Seksio Caesar.
- Kala II  ekstraksi vakum atau ekstraksi forceps.
- Pemeriksaan fisik  nulipara, hamil aterm, kepala belum masuk panggul, Osborn positif.
- Pemeriksaan penunjang  pelvimetri radiologik, USG.

Permasalahan yang lain yang ditemukan pada pasien ini adalah adanya intra uterin growth retardation (IUGR). Langkah pertama dalam menangani IUGR adalah mengenali pasien-pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah membedakan janin IUGR atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat. Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada pasien-pasien IUGR dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.
Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung janin kecil, diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu dan riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan sebelumnya. Selain itu diperlukan pemeriksaan USG. Pada USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk menegakkan taksiran usia gestasi secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan usia gestasinya. Pertumbuhan janin yang suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut mengandung janin IUGR.
Tatalaksana kehamilan dengan IUGR bertujuan, karena tidak ada terapi yang paling efektif sejauh ini, adalah untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :
1. IUGR pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera dilahirkan.
2. IUGR jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan:
a. Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Tirah baring dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan menambah 300 kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil dapat membantu dalam beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap 3-4minggu.
b. Tatalaksana khusus : pada IUGR yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan.
c. Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan. Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan
Kondisi bayi. Janin dengan IUGR memiliki risiko untuk hipoksia perinatal (kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap cairan mekonium). IUGR yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya IUGR simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan IUGR asimetris lebih dapat “catch-up” pertumbuhan setelah dilahirkan.

Selama dilakukan observasi setelah dilakukan terapi konservatif medikamontosa tidak didapatkan kemajuan dengan indikasi setelah 48 jam perawatan tidak terdapat perbaikan, dengan kriteria tekanan diastolik ≥ 100 mmHg dan indeks gestosis ≥ 6. Terdapat tanda IUGR yang kurang dari 10 persentil dari kurva normal Maka tindakan yang dilkakukan adalah mengakhiri persalinan dengan sesegera mungkin, yaitu dilakukannya citto Sectio Caesaria.